Cari di Sini

Selasa, 21 Juli 2009

Flavonoid, Apa Itu?


Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, guru besar Jurusan Farmasi Universitas Indonesia menjelaskan, tanaman epifit seperti sarang semut memang potensial sebagai obat. Jika tanaman hidup bersimbiosis dengan tanaman lain, kaya metabolit sekunder. "Ada yang berasal dari tanaman inang maupun epifit itu sendiri," ujar Sumali.
Semua makhluk memiliki metabolit primer yang sangat dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemak, dan asam lemak. Sedangkan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, steroid, dan glikosida tak mutlak ada.

Senyawa aktif apa yang terkandung dalam sarang semut? Uji penapisan yang dilakukan oleh Dr Muhammad Ahkam Subroto dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi membuktikan, sarang semut mengandung flavonoid dan tanin. Dengan ditemukannya senyawa flavonoid dan tanin, sarang semut sangat berpotensi menjadi fitofarmaka setelah melewati serangkaian uji, ujar Prof Dr Sidik, guru besar Farmakologi Universitas Padjadjaran.

Bagi tubuh, flavonoid berfungsi sebagai antioksidan sehingga ampuh mencegah sekaligus mengatasi serangan kanker. Mekanisme kerja flavonoid dalam mengatasi kanker dengan menginaktifasi karsinogen, penghambatan siklus sel, dan induksi apoptosis. Sumali Wiryowidagdo, mengingatkan untuk tak terlalu lama ketika merebus sarang semut. Tujuannya agar flavonoid yang dikandung tidak rusak. Kalau dilakukan perebusan pada suhu 90oC hanya boleh 15 menit, ujarnya.

Mengenai kandungan flavonoid dan tanin, Prof Dr Elin Yulinah Sukandar, guru besar Farmasi ITB mengatakan, sulit menganalisis lantaran tergantung senyawa yang diikat. Flavonoid dan tanin terdiri atas banyak senyawa. Bentuknya bervariasi, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri, dari antioksidan, antialergi, sampai antibakteri, kata doktor Farmakologi itu. Hingga tulisan ini diturunkan, Muhammad Ahkam masih menguji elusidasi untuk mengetahui jenis tanin dan flavonoid.

Masih ada kegunaan lain flavonoid: meningkatkan air susu ibu. Menurut ahli gizi Institut Pertanian Bogor, Ahmad Sulaeman PhD, flavonoid bersifat laktagogal yang mengandung hormon penting untuk merangsang dan melancarkan air susu ibu. Itulah yang dialami oleh Tri Wayat Turyanti (34 tahun) saat melahirkan bayi kembar 4 tahun lalu. Produksi ASI-nya tak mencukupi kebutuhan Ari Tegar Pambudi dan Ario Pangestu-nama kedua bocah kembar itu. Namun, 2 pekan setelah melahirkan ia rutin minum rebusan sarang semut produksi ASI berlimpah. Perempuan kelahiran Jayapura 24 Oktober 1971 itu juga merasa lebih fit dan tak mudah lelah.

Di samping itu nongon-sebutan sarang semut di Lembah Baliem-juga mengandung tokoferol. Tokoferol mirip vitamin E yang berefek antioksidan efektif. Menurut Prof Dr Elin Yulinah Sukandar, guru besar Farmasi ITB, kandungan tokoferol itu cukup tinggi. Tokoferol berfungsi sebagai antioksidan dan antikanker. Ia menangkal serangan radikal bebas dengan cara antidegeneratif, katanya.

Senyawa kaya vitamin E itu juga berfaedah sebagai antipenuaan. Bila kita mengkonsumsi banyak lemak dan radikal bebas, dengan adanya tokoferol akan mengatasinya, ujar ahli Ahmad Sulaeman PhD. Doktor ahli nutrisi alumnus University of Nebraska Lincoln itu mengungkapkan, peran vitamin E bagi kesehatan amat vital. Ia mencegah asam lemak tak jenuh, komponen sel membran dari oksidasi oleh radikal bebas.

Tingginya peroksidasi komponen itu memicu serangan penyakit degeneratif seperti beragam kanker, diabetes mellitus, dan jantung. Nah, tokoferol dalam sarang semut mencegah terjadinya peroksidasi alias menekan serangan penyakit. Kebutuhan tokoferol pria dewasa 15 mg per hari. Dari konsumsi sarang semut itu saja sudah tercukupi, berlebih malah. Apakah justru berdampak buruk? Ahmad Sulaeman mengatakan, konsumsi tokoferol berlebih tetap aman. Bahkan bila dosisnya sampai 800 mg per hari juga masih aman, ujar dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB itu.

Sulaeman mengatakan, sarang semut berfaedah sebagai pangan fungsional. Maksudnya, memberikan nilai gizi sekaligus bermanfaat bagi kesehatan. Contoh, kandungan kalium berguna bagi penderita hipertensi. Karbohidrat terdiri atas pati dan serat yang bermanfaat mencegah serangan jantung koroner dan kardiovaskuler.

Pulih kembali

Riset ilmiah lain juga dilakukan oleh Muhammad Ahkam Subroto untuk menjamin keamanan konsumen sarang semut. Penghujung Maret 2006 ia menguji tingkat keamanan konsumsi sarang semut. Ekstrak air tumbuhan obat itu diberikan kepada 3 kelompok mencit; 1 kelompok lain, kontrol-tak diberi ekstrak. Setiap kelompok mencit terdiri atas 10 ekor masing-masing 5 jantan dan betina berumur 3 bulan serta berbobot 16 gram.

Delapan jam setelah dipuasakan, 3 kelompok mencit diberi ekstrak sarang semut dengan dosis 7,5 mikroliter untuk kelompok I, 75 mikroliter (II), dan 750 mikroliter (III). Ekstrak diberikan secara oral. Jika dikonversi pada manusia berbobot 50 kg, dosis 7,5 mikroliter setara 30 sendok makan. Dosis percobaan lazimnya hanya 2 g. Dosisnya memang dilipatgandakan untuk mengetahui tingkat keracunan, ujar doktor alumnus University of New South Wales Sydney, Australia.

Hasilnya? Hingga hari ke-5, pemberian ekstrak sarang semut untuk semua dosis belum mempengaruhi kinerja ginjal, hati, jantung, limpa, organ reproduksi, dan paru. Artinya, ke-6 organ itu masih berfungsi normal. Pada hari ke-12 organ mencit kelompok I dan II tak ada perubahan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, ginjal kelompok III terjadi degenerasi dan lisis pada sel epitel tubuli.

Sedangkan ginjal kelompok I dan II baru mengalami degenerasi pada hari ke-19. Pada hari yang sama, hati semua kelompok melemak. Hanya 2 organ itulah yang mengalami gangguan; 4 organ lain, tetap berfungsi dengan baik. Yang menggembirakan kerusakan ginjal dan hati bersifat reversibel alias pulih kembali pada hari ke-23. Itu berarti daya tahan sel sudah beradaptasi.

Aman

Riset itu membuktikan, konsumsi 3 kali 1 sendok makan lokon-sebutan sarang semut di Wamena-per hari masih sangat aman. Soal keamanan juga ditindaklanjuti Ahkam melalui uji toksisitas kronis. Satwa pengerat kembali menjadi kelinci percobaan. Mereka dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing terdiri atas 5 jantan dan 5 betina. Kelompok A diberi 1.500 mikroliter; kelompok B, 3.000 mikroliter ekstrak air sarang semut.

Meski dosis ditingkatkan hingga 400 kali, 3 pekan berselang tak seekor Mus cervicolor pun meregang nyawa. Anggota bangsa Rodentia itu sehat walafiat. Itulah sebabnya uji toksisitas akhirnya dihentikan. LD50 (lethal dosage, dosis mematikan, red) tak ditemukan. Jadi rupanya dengan konsentrasi 400 kali belum cukup toksik untuk mematikan. Itu berita bagus, walau kita mungkin harus cari sampai dosis ditingkatkan 1.000 kali. Namun, dosis itu kan sudah keterlaluan, ngga mungkin orang konsumsi sampai satu kilo, ujar ahli peneliti utama LIPI itu.

Ahkam menyimpulkan, angka LD50 sarang semut amat tinggi sehingga keamanan konsumen terlindungi. Menurut Prof Dr Sumali kriteria obat yang bagus jika dosis efektif berjauhan dengan LD50. Harap mafhum, konsumsi herbal umumnya tanpa pengawasan dokter. Makin tinggi hasil toksisitasnya makin bagus sebagai obat, kata Sumali. Bandingkan dengan kemoterapi, misalnya, yang dosis mematikannya hanya 10 kali, sementara sarang semut, dosis hingga 400 kali pun belum terjadi kematian.

Dengan temuan riset itu keselamatan konsumen sarang semut memang terjaga. Selain itu konsumen juga mempunyai banyak pilihan obat untuk menanggulangi gempuran beragam penyakit. Sekadar menyebut contoh ada minyak buah merah, virgin coconut oil alias minyak kelapa murni, dan sarang semut. Konsumen tak perlu pening memilih penyembuh. Sebab, masing-masing mempunyai pemanfaatan berbeda.

Riset ilimiah yang dilakukan berbagai pihak memang baru langkah awal untuk menyibak misteri sarang semut. Sehendep-sebutan sarang semut di suku Yali-mesti melewati beragam uji lain seperti uji in vivo dan uji klinis untuk membuktikan keampuhannya sebagai panasea alias obat beragam penyakit. Uji in vitro saja belum cukup lantaran, Uji in vitro belum menjamin keberhasilan in vivo. Banyak faktor seperti hormon dan mekanisme kerja tubuh lain yang berpengaruh, ujar Japaries. (Sardi Duryatmo/Peliput: Dian Adijaya, Imam Wiguna, Syalita Fawnia, & Vina Fitriani)

ARTIKEL TERBARU

1 komentar:

  1. Penyakit kista bisa menyerang wanita usia siapa saja meskipun dalam kebanyakan kasus yang ditemukan, kista terjadi pada wanita dewasa. Selain pada wanita dewasa, kista juga sering menyerang wanita yang menjelang masa menopause dan pasca menpause. Kista coklat termasuk ke dalam jenis penyakit yang mematikan dan menjadi salah satu penyakit yang kerap menghantui kaum perempuan. Penyakit yang satu ini menyerang alat reproduksi wanita yang berbentuk kistik dan berisikan cairan kental lalu cairan ini bisa berubah menjadi nanah yang kemudian menjadi udara atau bahan - bahan lainnya. Pengobatan Penyakit Kista Coklat Paling Ampuh dan Aman

    BalasHapus